Beranda | Buku
KCB
20/04/24
MENU LAIN
CERITA
DEWI ULAR 95 part 1
DEWI ULAR 95 part 2
DEWI ULAR 95 part 3
DEWI ULAR 95 part 4
DEWI ULAR 95 part 5
12»
Tags: Perang Bubat

PERANG DI BUBAT part 3

KPH

3.
PADA keesokan harinya, perjalanan
dilanjutkan dengan cepat.
Berkat penjagaan para pengawal yang semenjak terjadinya peristiwa itu kini berlaku sangat tertib dan hati-hati, perjalanan rombongan itu selamat tidak terhalang sesuatu.
Beberapa hari kemudian, rombongan Raja Sunda Galuh telah tiba di Bubat, sebuah lapangan yang luas di sebelah utara ibu kota Majapahit.
Di tempat ini Sang Prabu memerintahkan supaya rombongan memasang kemah dan mereka berhenti di situ.
Pak Lurah Bubat menerima
kedatangan tamu-tamu agung
ini dengan gugup dan gembira dan
menyediakan apa yang ada sekuasanya untuk menjamu Raja calon mertua junjungannya yang terhormat itu.
Kemudian, tergopoh-gopoh Lurah Bubat pergi menghadap ke Majapahit untuk mengabarkan perihal kedatangan rombongan Raja Sunda Galuh yang mengantarkan puterinya ke Majapahit.
Raja Sunda Galuh dan sekalian pengiringnya menunggu di Bubat dengan sabar sambil beristirahat setelah melakukan perjalanan yang jauh dan penuh bahaya itu.
Keputusan Sang Prabu Hayam Wuruk untuk mengangkat puteri sekar-kedaton Sunda Galuh sebagai permaisuri disambut dengan gembira oleh rakyat Majapahit, oleh karena rakyat Majapahit sendiri sudah lama mendengar akan kecantikan puteri dan kepandaian puteri itu. Akan tetapi, ada dua orang pembesar di Majapahit yang tidak puas dan tidak setuju akan keputusan Sang Prabu ini.
Mereka adalah Wijayarajasa, Raja di Wengker dan Sang Patih Gajah Mada sendiri! Wijayarajasa adalah suami Dyah Wiyat yang menjadi adinda Tribuwanatungga Dewi atau bibi dari Prabu Hayam Wuruk sendiri.
Wijayarajasa tidak senang mendengar keputusan Sang Prabu untuk mengangkat seorang puteri Sunda Galuh sebagai permaisuri, oleh karena sudah lama ia ingin melihat puterinya yang juga cantik-juita bernama Susumnadewi, yakni puteri dari seorang selirnya yang terkasih, untuk menjadi permaisuri di Majapahit!
Adapun Patih Gajah Mada tidak puas akan putusan Prabu Hayam Wuruk bukan karena mempunyai
sesuatu niat demi kepentingan sendiri sebagaimana halnya Wijayarajasa, namun semata-mata karena terdorong oleh rasa baktinya terhadap Sang Prabu dan Kerajaan Majapahit.
Menurut pendapat Patih Gajah Mada seyogianya Sang Prabu
mengangkat seorang puteri Jawa pula sebagai permaisuri, oleh karena selain terdapat perbedaan adat-istiadat dengan puteri Sunda Galuh, juga hal ini akan menimbulkan rasa iri hati di kalangan raja-raja kecil.
Kalau Sang Prabu mengambil puteri
Sunda Galuh sebagai permaisuri
muda atau selir, kiranya Patih Gajah Mada akan dapat menyetujuinya, namun sesungguhnya, sikap menentang keputusan Sang Prabu, yang terkandung dalam hati Patih Gajah Mada, tidak sehebat rasa penasaran Wijayarajasa.
Diam-diam Wijayarajasa mencari akal untuk menghalangi pernikahan agung ini.
Ketika mendapat kabar bahwa Lurah Bubat berangkat ke kota raja, ia mencegatnya di jalan.
Ketika bertemu dengan raja Wengker yang menjadi paman dari Sang Prabu Hayam Wuruk Lurah Bubat segera berlutut menyembah.
"Pak Lurah Bubat kiranya yang berjalan tergesa-gesa ini! Ada keperluan apa maka kau nampak demikian gugup?" tanya Wijayarajasa.
"Hamba hendak pergi menghadap Sang Prabu di kota raja untuk mewartakan tentang kedatangan rombongan Gusti Prabu dari Sunda Galuh," jawabnya.
"O, jadi Raja Sunda Galuh yang hendak mempersembahkan puterinya itu telah tiba?" kata Wijayarajasa dengan tersenyum mengejek, kemudian sambungnya. "Eh, ki lurah, dengan maksud apa engkau hendak menyampaikan berita kedatangan mereka kehadapan Gusti Prabu Hayam Wuruk?"
Pak Lurah Bubat memandang heran.
"Bukankah itu sudah seharusnya dan menjadi kewajiban hamba,
gusti? Hamba mewartakan kekota raja, agar rombongan dari Sunda Galuh itu disambut, karena mereka kini sedang menanti di Bubat."
"Dengar, ki lurah, kau harus menurut perintahku. Dan awas, kalau kau tidak mentaati perintahku ini, kau
dan seluruh keluargamu akan kutumpas!"
Menggigillah seluruh tubuh Ki Lurah Bubat mendengar ancaman yang diucapkan secara tiba-tiba ini.
"Apa..... apakah maksud paduka gusti?"
"Kau perlambat perjalananmu, hingga besok baru boleh menghadap Sang Prabu, dan apabila kau telah menghadap, beritahukanlah bahwa kau diutus oleh Raja Sunda Galuh yang menuntut supaya Sang Prabu Hayam Wuruk sendiri datang menyambut kedatangannya di Bubat!"
Lapanglah dada ki lurah Bubat. Tadinya ia menyangka bahwa apa yang akan diperintahkan itu adalah sesuatu yang hebat.
Tetapi kiranya hanya demikian saja kehendak Raja Wengker ini.
Dan bukankah sudah seharusnya kalau calon mantu menyambut calon mertuanya?
"Baiklah, gusti. Hamba akan mentaati perintah paduka," jawabnya.
"Nah, aku berangkat lebih dulu, Ki Lurah.
Ingat besok pagi kau boleh datang
menghadap ke keraton."
Setelah memberi pesan itu, Wijayarajasa lalu memacu kudanya menuju kekota raja dan langsung menemui Patih Gajah Mada.
Setelah saling memberi salam,
Wijayarajasa lalu memberitahukan bahwa rombongan Raja Sunda Galuh telah tiba di Bubat dan bahwa menurut berita angin yang ia dengar, Prabu Lingga Buana dari Sunda Galuh itu tidak mau melanjutkan perjalanan dan akan menanti sampai datang rombongan penyambut dari Majapahit.
Patih Gajah Mada menjawab bahwa hal itu sudah semestinya dan bahwa ia sendiri bersedia mengadakan sambutan di Bubat apabila diperintah oleh Sang Prabu Hayam Wuruk.
Dengan cerdik dan tidak kentara, malam hari itu Wijayarajasa membayangkan kepada Patih Gajah Mada bahwa Prabu Lingga Buana adalah seorang raja yang sombong, angkuh dan merasa lebih tinggi kedudukannya daripada Prabu Hayam Wuruk sendiri.
Gajah Mada adalah seorang perwira gagah perkasa yang beradat jujur dan keras hati.
Menghadapi siasat kelemasan lidah Wijayarajasa yang pandai bertukar-kata, akhirnya ada juga sedikit pengaruh obrolannya yang membuat hati Gajah Mada merasa kurang senang kepada Raja Sunda Galuh itu.
Wijayarajasa girang sekali bahwa ia telah berhasil menanam bibit kebencian dalam dada patih yang berpengaruh ini.
Pada keesokan harinya, barulah Ki Lurah Bubat berani menghadap Sang Prabu Hayam Wuruk yang sedang bersiniwaka dihadap oleh semua pembesar dan panglimanya.
Setelah menyembah dengan khidmad, Ki Lurah Bubat berkata,
"Ampunkan hamba yang telah berlaku lancang dan berani menghadap tanpa dipanggil, Gusti.
Hamba menyampaikan berita bahwa rombongan dari Sunda Galuh telah tiba di Bubat dan kini memasang pesanggrahan disana . Sang Nata dari Sunda Galuh berkenan mengutus hamba untuk menyampaikan berita ini kepada paduka gusti, dan....... dan...... Sang Nata dari Sunda Galuh minta agar supaya paduka sudi menyambut dan menjemput rombongan mereka di Bubat!"
Ki Lurah Bubat teringat akan ancaman Wijayarajasa yang pada saat itu juga hadir di situ.
Berserilah wajah Sang Prabu Hayam
Wuruk mendengar berita baik ini. Sang Prabu merasa gembira sekali karena hendak bertemu dengan puteri juita yang telah lama dirindukannya.
"Baiklah, baiklah....." ujarnya. "Paman Patih Gajah Mada, segera siapkanlah semua pengiring. Aku hendak berangkat memapak mereka
sekarang juga di Bubat!"


AKAN tetapi, pada saat itu bibit racun yang semalam ditanam oleh Wijayarajasa di dalam hati Gajah
Mada, telah mulai bersemi. Mendengar bahwa Raja Sunda Galuh itu minta agar supaya Sang Prabu Hayam Wuruk sendiri menyambut dan menjemput di Bubat, Patih Gajah Mada merasa marah sekali. Alangkah sombongnya Raja Sunda Galuh, pikirnya!
Maka ia menyembah dan berkata,
"Ampunkanlah hamba berani
menyampaikan kata hati hamba kepada paduka, gusti. Bukan semata-mata hamba hendak membantah perintah dan kehendak paduka, akan tetapi yang hendak hamba haturkan ini adalah sekadar usul untuk menjadi bahan pertimbangan paduka dan sukurlah apabila paduka dapat menyetujui usul hamba ini. Menurut pendapat hamba, kurang sempurna dan bukan selayaknyalah apabila paduka sendiri pergi melakukan penyambutan ke Bubat. Demikianlah sebabnya. Kedudukan Raja di Sunda Galuh tidak lebih tinggi daripada kedudukan para ratu lain yang telah takluk dan mengakui kedudukan paduka sebagai Maharaja, hingga kedudukan paduka lebih tinggi daripada kedudukan raja di Sunda Galuh.
Apabila kini paduka sendiri sampai
menyambut dan memapak mereka di Bubat, hal ini sangat merendahkan kedudukan paduka sebagai Maharaja.
Terutama sekali hal ini akan mendatangkan iri hati dan tidak senang di kalangan para raja lain dan akhirnya hanya akan mendatngkan keruwetan dan kekacauan belaka.
Apabila mereka itu menyatakan ketidaksukaan dan iri hati mereka.
Kalau Sang Prabu Sunda Galuh minta dijemput, biarlah hamba dan para panglima yang menjemputnya sebagai wakil paduka, dan paduka cukup menanti di keraton untuk menyambut kedatangan mereka.
Nah, demikianlah usul dan
pendapat hamba yang hamba dasarkan semata-mata demi keluhuran nama Paduka dan kebesaran kerajaan Majapahit gusti."
Termenunglah Sang Prabu Hayam Wuruk mendengar ucapan Patih Gajah Mada ini.
Kalau orang lain yang mengeluarkan ucapan ini, mungkin Sang Prabu akan marah.
Akan tetapi, Sang Prabu Hayam Wuruk telah yakin dan percaya penuh akan kebijaksanaan dan kesetiaan Patih Gajah Mada dan maklum pula bahwa usul ini benar-benar berdasar kesetiannya demi kebaikan Raja dan Negara.
Setelah diam sejenak, Sang Prabu Hayam Wuruk lalu bersabda,
"Benar dan tepat pendapatmu, Pamanda Patih.
Bukan karena kecongkakan, bukan karena kurang hormat, dan juga bukan untuk merendahkan kedudukan Rama Prabu di Sunda Galuh, akan tetapi aku tidak mengadakan penjemputan sendiri hanya untuk mencegah iri hati dan ketidak-senangan fihak ketiga.
Kau benar, dan demikianlah seyogjanya.
Jemputlah mereka dan aku menanti disini."
"Ki lurah, cepatlah kau kembali ke Bubat dan beritahukan kepada Raja dari Sunda Galuh bahwa Sang Prabu tak dapat menjemput sendiri, akan tetapi Patih Gajah Mada yang akan mewakilinya."
Ki Lurah Bubat segera memacu kudanya kembali ke Bubat, akan tetapi di tengah jalan ia ditahan lagi oleh Wijayarajasa.
Kembali Raja Wengker ini mengancam dan minta supaya ki lurah menyampaikan kepada Sang Prabu dari Sunda Galuh bahwa Sang Prabu Hayam Wuruk tidak suka menjemput dan memerintahkan agar supaya para tamu itu segera menghadap dan ditunggu di Majapahit.
Ki Lurah Bubat tak berani membantah dan mempercepat perjalanannya.
Sesungguhnya, tidak ada sesuatu tuntutan timbul dari fihak Sunda Galuh.
Sang Prabu Lingga Buana beserta rombongannya berhenti dan berkemah di Bubat tak lain hanya untuk beristirahat dan untuk bersiap-siap memasuki kota raja.
Tentu saja rombongan itu mengharapkan datangnya rombongan penyambut dari keraton Majapahit sebagaimana lazimnya.
Karena belum juga ada rombongan
penyambut yang datang, Prabu Lingga Buana lalu mengutus beberapa orang senapati dan pahlawan membawa perajurit pergi kekota raja untuk memberitahukan bahwa rombongan dari Sunda Galuh telah siap-sedia menerima rombongan penyambut dari Majapahit.
Di tengah jalan, rombongan dan barisan utusan ini bertemu dengan Ki Lurah Bubat.
Ki Lurah Bubat lalu memberitahu kepada mereka bahwa Sang Prabu Hayam Wuruk tidak suka menyambut sendiri dan memerintahkan supaya Raja Sunda Galuh segera masuk ke kota raja dan menghadap kepada Sang Prabu yang sudah menanti di keraton.
Jawaban ini amat menyakiti hati pemimpin rombongan yang terdiri dari Patih Anepaken, Demang Cabo dan Patih Pitar.
Mereka mencela kesombongan Raja Majapahit yang sama sekali tidak menaruh hormat kepada calon mertua.
Dengan hati panas mereka melanjutkan perjalanan untuk menunaikan tugas mereka sebagai utusan raja.
Ketika mereka tiba dikota raja, Patih Gajah Mada sedang bersiap sedia untuk berangkat melakukan penjemputan dengan para pengiring dan hulubalang lain.
Kedatangan barisan utusan ini segera disambutnya dengan baik.
Akan tetapi Patih Anepaken yang sudah merasa sakit hati dan marah, tak dapat berlaku ramah terhadap
Patih Gajah Mada, katanya,
"Sang Nata Sunda Galuh telah mengutus kami untuk memberi tahu bahwa rombongan Sunda Galuh telah siap-sedia menerima kedatangan penyambut dan penjemput di Bubat."
Ketika Patih Gajah Mada melihat sikap keras dan mendengar ucapan singkat ini, timbullah marahnya
pula.
Memang di dalam hati Patih Gajah Mada sudah terdapat racun yang ditanam oleh Wijayarajasa hingga ia telah mempunyai pandangan bahwa orang-orang Sunda Galuh ini sombong-sombong, sama sekali tidak menyangka bahwa Patih Anepaken juga mempunyai pandangan yang demikian pula terhadap orang-orang Majapahit akibat laporan palsu Ki Lurah Bubat! Syak wasangka dan salah paham telah mengeruhkan pikiran dan hati kedua fihak.
"Tidak selayaknya apabila Gusti Prabu Hayam Wuruk yang harus menjemput sendiri," jawab Patih Gajah Mada, "Menurut tingkat dan kedudukan, seharusnya Sang Prabu di Sunda Galuhlah yang datang
menghadap dan langsung menuju ke Majapahit tanpa menanti dijemput."
Kedua patih ini mengukuhi pendirian masing-masing yang berdasar membela kehormatan kerajaan sendiri di mana mereka menghambakan diri dan sedikitpun tidak mau mengalah.
Maka terjadilah pembantahan.
Dalam kemarahanya Patih Anepaken bahkan lalu berkata keras,
"He, Ki Patih Majapahit, alangkah
rendahnya kamu orang-orang Majapahit, memandang kami orang-orang Sunda Galuh! Memang kami akui bahwa Gusti Prabu Hayam Wuruk adalah seorang Maharaja yang besar. Akan tetapi janganlah kamu kira bahwa Gusti Prabu Lingga Buana kalah dalam keagungan dan kebesaran dengan Rajamu!
Kami tidak merasa junjungan kami itu lebih rendah tingkatnya dari junjungan kamu. Ingatlah bahwa Sunda Galuh bukanlah daerah yang telah takluk kepada Majapahit!" Patih Anepaken mengeluarkan kata-kata ini dengan wajah kemerah-merahan karena marahnya.
Pada saat perang tutur itu terjadi,
datanglah Wijayarajasa dan ketika Raja Wengker ini melihat terjadinya pertikaian, hatinya girang sekali dan ia lalu menjawab kata-kata keras Patih Anepaken dengan tantangan.
"He, Patih Anepaken! Janganlah kamu mengumbar nafsu dan kesombongan di Majapahit! Ketahuilah bahwa pahlawan-pahlawan Majapahit tak dapat menelan hinaan demikian saja!
Gusti Prabu telah berkenan menerima puteri Sunda Galuh, hal ini sudah merupakan penghormatan yang sangat besar bagi Sunda Galuh.
Pendeknya, Raja Sunda Galuh harus mengiringkan puterinya kehadapan Gusti Prabu Hayam Wuruk, kalau tidak hal ini akan diselesaikan dengan ketajaman tombak dan kekebalan kulit!"
Patih Anepaken memang berdarah panas.
Mendengar ini, ia telah berdiri dari tempat duduknya dan sekali tendang saja hancurlah kursi yang tadi di dudukinya.
Matanya bernyala-nyala dan hidungnya berkembang-kempis!
"Hai, orang-orang Majapahit! Kau kira Sunda Galuh tidak punya satria-satria?
Ketahuilah, bagi kami orang-orang Sunda Galuh, kehormatan lebih utama daripada jiwa,,mengerti?"
Hampir saja terjadi keributan di ruang kepatihan itu dan hampir terjadi adu tenaga diantara para pembesar itu.
Akan tetapi, biarpun Sakri yang juga hadir di situ telah merasa panas seluruh tubuhnya karena marah, ia tetap dapat mempergunakan kekuatan batinnya untuk menekan kemarahannya itu.
Ia lalu melompat ke dekat Patih Anepaken dan membujuk.
"Sudah, gusti patih. Untuk apa menurutkan nafsu hati dan marah-marah di sini? Ingat bahwa kita bukan sedang berada di dalam medan peperangan dan sebagai utusan raja kita harus bersikap bijaksana." Kepala dari Patih Anepaken serasa diguyur air dingin ketika mendengar ucapan Sakri ini dan ia lalu memandang kepada Sakri dengan pernyataan terima kasih.
Memang betul, hampir saja ia lupa akan keadaan dan karenanya bahkan merendahkan martabat Rajanya dengan memperlihatkan sikap yang
tidak semestinya.
Sementara itu, biarpun Patih Gajah Mada merasa menyesal mendengar tantangan yang diucapkan oleh Wijayarajasa, akan tetapi karena yang mengucapkan adalah orang dari fihaknya, maka ia tidak mungkin dapat menarik kembali kata-kata itu yang berarti akan merendahkan diri sendiri.
Maka hanya berkata kepada Wijayarajasa.
"Mereka ini adalah utusan nata dan tidak seharusnya kita menghina utusan nata!"
Wijayarajasa melihat betapa dari sepasang mata Patih Gajah Mada menyinarkan rasa penuh sesal, ia tidak berani banyak cakap lagi.
Demikianlah, dalam keadaan sama-sama panas dan meradang rombongan utusan itu kembali ke Bubat.
BERSAMBUNG

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE
Browsser [ Mozilla/5.0 ]
IP [ 18.188.175.182 ]
Negara [ United States ]
Online [ 1 ]


U-ON

OTHER LANGUAGE
| | | | |

Pengunjung Harian [ 3 ]
Total Pengunjung [ 10861 ]
KEMBALI KE BERANDA


Pair of Vintage Old School Fru