Lamborghini Huracán LP 610-4 t
Beranda | Buku
KCB
26/04/24
MENU LAIN
CERITA
DEWI ULAR 95 part 1
DEWI ULAR 95 part 2
DEWI ULAR 95 part 3
DEWI ULAR 95 part 4
DEWI ULAR 95 part 5
12»
Tags: Perang Bubat

PERANG DI BUBAT part 2

KPH

2.
OLEH karena perjalanan dari kerajaan Sunda Galuh ke kerajaan Majapahit bukanlah perjalanan yang dekat dan mudah, maka prabu Lingga Buana memberi perintah agar semua senapati dan panglima ikut mengiringkan kepergiannya mengantar Dyah Pitaloka ke Majapahit. Hanya beberapa orang panglima tua saja yang ditinggal di kerajaan untuk menjaga kerajaan. Sakri juga tidak ketinggalan dan diharuskan mengiringkan rombongan itu.
Rombongan keluarga agung ini berangkat dengan diantar oleh seluruh rakyat sampai di luar kota raja. Di sepanjang jalan, rakyat di dusun-dusun yang sudah mendengar akan rombongan ini, sudah menanti di pinggir jalan untuk menyambut dan menghormat junjungan mereka dan mengagumi kecantikan Dyah Pitaloka yang naik dalam sebuah tandu.
Sakri menunggang kudanya yang hitam dan besar. Kuda ini adalah hadiah dari Raja Sunda Galuh dan karena berbulu hitam mulus, maka ia memberi nama Gagak Tantra. Pemuda ini nampak gagah sekali
hingga beberapa kali sang puteri yang tanpa disengaja menjenguk dari jendela tandu yang tertutup tirai sutera biru, melihat dia dengan pandangan mata kagum. Puteri ini merasa bangga sekali akan pahlawan-pahlawan dan ksatria-ksatria Sunda Galuh. Sambil duduk kembali dan menyandarkan tubuhnya di dalam tandu, ia menghela napas dan tersenyum.
Di dunia ini tidak ada ksatria-ksatria yang hebat dan gagah seperti ksatria-ksatria Sunda Galuh, pikirnya.
Rombongan bergerak maju dengan cepat pada siang hari sedangkan pada malam hari rombongan itu bermalam di sebuah dusun yang dilalui.
Kadang-kadang mereka harus bermalam di sebuah hutan, akan tetapi oleh karena rombongan itu telah membawa perbekalan lengkap, maka biarpun bermalam di dalam hutan, mereka dapat membangun sebuah tempat darurat untuk tempat bermalam Sang Prabu dan puterinya.
Pada hari ketujuh, mereka tiba di
perbatasan Majapahit yang mempunyai daerah luas sekali. Oleh
karena kemalaman di sebuah hutan yang liar dan luas, terpaksa rombongan itu membangun sebuah pondok darurat untuk Prabu Lingga Buana dan Dyah Pitaloka tanpa ada prasangka akan adanya malapetaka yang mengancam keselamatan mereka.
Di dalam hutan yang liar itu tinggal
serombongan begal yang ganas. Kepala begal itu bernama Jatimurka,
seorang berusia tiga puluh tahun lebih yang bertubuh tinggi besar dan berwajah bengis menakutkan. Ia sangat digdaya dan memiliki ilmu weduk hingga tubuhnya tidak mempan tapak paluning pande (tak dapat dilukai oleh senjata tajam)! Disamping kehebatan dan kekebalan ini, dia juga telah mempelajari berbagai ilmu hitam, yakni ilmu sihir yang dipelajarinya dari seorang dukun pemuja setan di hutan roban.
Jatimurka memimpin empat puluh orang lebih anggauta perampok rata-rata emiliki ketangkasan dan kepandaian berkelahi. Oleh karena ini, mereka ini ditakuti sekali dan jarang ada orang di sekitar hutan itu berani memasuki hutan.
Jatimurka telah mendengar akan
kedatangan rombongan Raja Sunda Galuh dan puterinya yang terkenal cantik-jelita. Maka diam-diam ia sendiri bersembunyi di balik rumpun alang-alang dan mengintai. Ketika ia melihat wajah Dyah Pitaloka, ia menjadi tergila-gila dan biarpun hatinya gentar juga melihat para bayangkari (pengawal raja) dan panglima,
namun ia telah mengambil keputusan tetap untuk menculik sang puteri!
Malam itu gelap-gulita. Suasana di luar lingkungan yang dibuat oleh barisan penjaga, sangat menyeramkan. Pohon-pohon hutan berubah bagaikan raksasa-raksasa siluman yang tinggi besar dan bergerak-gerak. Suara burung-burung malam terdengar seakan-akan sekalian isi neraka pada keluar dan datang di hutan itu menambahkan seramnya keadaan.
Berkat ketinggian ilmu batinnya, Sakri menjadi tidak enak hati dan merasa seakan-akan ada bahaya
mendatang. Tentu saja ia tidak dapat memberitahukan kepada orang lain maka diam-diam ia mengadakan pemeriksaan dan berkeliling memeriksa para penjaga yang ditugaskan menjaga di setiap penjuru. Telah tiga kali ia berkeliling, akan tetapi keadaan aman hingga dadanya menjadi agak lapang.
Pondok tempat Raja dan Puteri beristirahat telah sunyi, tanda bahwa penghuninya sudah tidur pulas.
Menjelang tengah malam, tiba-tiba Sakri merasa betapa kantuk menyerangnya dengan hebat sekali.
Hampir saja ia tak dapat bertahan lagi dan ia lalu duduk menyandarkan tubuhnya yang letih ke batang pohon jati. Pelupuk matanya bagaikan melekat dan sukar sekali dibuka. Tiba-tiba ia ingat akan perasaan tadi dan dengan sekuat tenaga batinnya ia melawan rasa kantuknya. Ia lalu berjalan ke arah penjaga dan alangkah marahnya melihat betapa tiga orang penjaga itu telah tidur saling tindih di atas tanah,
mendengkur dengan enaknya! Ia pegang pundak mereka dan diguncang-guncangkanya. Akan tetapi, tubuh penjaga yang tertidur itu bagaikan mayat yang tak mungkin terbangun pula!
Sakri merasa gemas dan menghampiri penjaga-penjaga di sudut lain. Sama saja! Penjaga-penjaga di sinipun telah tidur mengorok! Dan tak mungkin dibangunkan lagi, biarpun ia telah mengguncang dan menamparnya! Sakri berlari ke dalam dan memeriksa para panglima dan bayangkari. Juga mereka semua telah tidur pulas!
Sakri terkejut dan maklum. Ini adalah ilmu sirep (ilmu sihir untuk menidurkan orang) yang jahat dan mukjijat! Hidungnya mencium bau kemenyan dibakar dan kembang cempaka. Celaka! Tentu ada orang jahat menjalankan sihirnya hingga semua orang kena hikmat sihir itu dan pulas.
Kembali rasa kantuk menyerangnya. Akan tetapi, Sakri tidak percuma menjadi putera Panembahan Sidik Panunggal yang sakti mandraguna di Gunung Kidul! Ia lalu duduk menyandarakan diri di batang pohon jati, dan
berpura-pura tidur pula, akan tetapi ia kerahkan tenaganya dan menbaca mantera untuk menolak
pengaruh jahat itu. Matanya dibuka lebar-lebar memandang dengan penuh perhatian.
Dugaannya memang benar. Jatimurka telah memperlihatkan kepandaiannya, ia mempergunakan ilmu sihir Cempaka-nendra yang berhasil mempengaruhi seluruh anggauta rombongan, kecuali Sakri. Tak lama kemudian, Sakri melihat bayangan hitam tinggi besar berkelebat melompati tubuh para penjaga.
Bayangan hitam itu berhenti sejenak, memandang ke kanan kiri seperti lakunya seorang maling, lalu
bergerak maju perlahan ke arah pondok di mana prabu Lingga Buana dan Dyah Pitaloka bermalam.
Hati Sakri bergetar. Apakah kehendak maling digdaya ini? Ia merasa heran dan ingin melihat
selanjutnya. Ia tidak segera menyerbu, akan tetapi diam-diam mengintai dan berjaga-jaga dengan pisau belatinya yang siap di tangan bilamana keadaan memerlukan. Bayangan hitam itu membuka pintu pondok dan Sakri mengintai dari balik daun pintu dengan perhatian. Oleh karena ia melihat bahwa bayangan itu tidak memegang senjata tajam, maka ia menduga bahwa bayangan itu tentu hanya bermaksud mencuri barang berharga. Akan tetapi, alangkah herannya ketika melihat bayangan hitam itu tidak menghampiri peti tempat perhiasan Dyah Pitaloka, akan tetapi langsung menuju ke pembaringan sang puteri yang tertutup tirai sutera putih.
Tangan Sakri menggigil. Ia tidak berani bertindak di dalam kamar Sang puteri, khawatir kalau-kalau mengagetkan dara itu. Akan tetapi,
keraguannya ini memberi kesempatan kepada Jatimurka untuk cepat membuka tirai pembaringan dan secepat kilat ia menubruk, Puteri juwita itu telah berada dalam pondongannya dan Jatimurka melompat keluar!
Bukan main marahnya Sakri ketika melihat bahwa kedatangan penjahat itu tidak lain ialah hendak. menculik Dyah Pitaloka. Ia melompat keluar dari tempat mengintainya dan membentak,
"Keparat jahanam, lepaskan tanganmu yang kotor dari Sang Puteri!"
Jatimurka terkejut sekali oleh karena ia tidak pernah menyangka bahwa ada orang yang tidak terpengaruh oleh aji sirepnya. Karena kagetnya, ia melepaskan tubuh Dyah Pitaloka hingga tubuh dara itu terbanting ke atas tanah. Akan tetapi, puteri itu tidak terjaga dari tidur seakan-akan tak merasa sama sekali, bahkan ia terus tidur pula dengan enaknya!
"Heh, pemuda keparat. Siapa kau yang berani-berani menghalangi tindakan Jatimurka?"
Sakri tersenyum, biarpun hatinya panas sekali. "Bangsat rendah! Kau berani-berani menjatuhkan sihir dan mencoba menculik Sekar Kedaton Sunda Galuh! Tak tahukah kau bahwa di Sunda Galuh masih ada seorang panglima yang bernama Sakri dan yang sama sekali tidak takut segala ilmu iblis yang kau keluarkan? Menyerahlah, karena kalau tidak, malam ini tentu akan tewas dalam tangan Sakri!"
"Ha, ha, ha, ha!" Suara ketawa Jatimurka terdengar menyeramkan sekali dan menggema di seluruh penjuru hutan. Jangkerik-jangkerik dan segala bunyi-bunyian binatang hutan serentak diam karena ketakutan mendengar suara ketawa seperti ketawa iblis ini.
"Sakri! Kau anak muda yang masih berbau pupuk di embun-embun kepalamu! Berani menentang Jatimurka?"
"Jatimurka, manusia iblis! Ingatlah
betapapun saktinya kau, akan tetapi kalau tindakanmu sesat, pasti kau akan binasa!"
"Bangsat jahanam!" Jatimurka menepuk kedua tangannya dan dari segenap penjuru berlompatan keluar semua anak buahnya yang berjumlah empat puluh orang lebih! Mereka ini dengan sikap menakutkan menghampiri dan mengurung Sakri!
Tempat itu diterangi oleh sinar obor yang banyak dipasang di sekitar tempat itu hingga Sakri dapat melihat wajah mereka yang bengis dan kejam. Maklumlah ia bahwa ia terkurung oleh segerombolan perampok kejam dan ganas. Ia berpikir cepat, dan mengambil keputusan untuk mendahului. Sekali tubuhnya berkelebat, ia telah menyerang maju dan tiga orang begal kena hantam oleh kedua tangan dan sebelah kakinya hingga mereka itu jatuh terguling-guling dan berteriak kesakitan.
Pukulan Sakri bukan main kerasnya hingga untuk beberapa lama, begal-begal yang telah kena pukul ini takkan dapat bangun lagi.


SAMBIL berseru marah para begal lalu maju mengeroyoknya dengan parang dan tombak di tangan. Sakri marah sekali, lalu menghunus keluar keris dan sekali tangan kirinya bergerak, ia telah dapat menangkap seorang anggauta begal. Ia lalu mengangkat tubuh lawan ini dan dijadikan perisai! Dengan perisai istimewa ini di tangan kiri dan keris pusakanya di tangan kanan, Sakri lalu mengamuk. Sepak terjangnya laksana seekor banteng terluka hingga ke mana saja tubuhnya bergerak, tentu terdengar teriakan keras seorang lawan yang roboh mandi darah.
Tubuh perisai hidup di tangan kiri Sakri telah lama mampus karena senjata-senjata kawan sendiri yang datang bagaikan hujan dalam penyerangan mereka kepada Sakri, akan tetapi senjata itu semua diterima dengan perisai istimewa itu!
Ketika merasa, betapa perisai
hidup itu membasahi tangan dan
lengannya, Sakri lalu melemparkan mayat itu ke arah pengeroyoknya.
Tiba-tiba ia melihat betapa diam-diam Jatimurka mempergunakan kesempatan itu untuk menyaut tubuh Dyah Pitaloka lagi dan hendak melarikan gadis itu. Sakri berseru keras dan tubuhnya melayang ke arah kepala begal itu. Karena tidak ingin melukai Dyah Pitaloka, Sakri masukkan kerisnya di sarung keris, dan menggunakan kedua tangannya. Tangan kiri ia gunakan untuk memegang dan memeluk pinggang Sang Puteri, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengirim pukulan geledek yang mampir dengan hebatnya di kepala Jatimurka!
"Aduh!!!" Jatimurka memekik kesakitan dan tubuh Sang Puteri dapat terampas. Sakri lalu melompat ke pinggir dan dengan hati-hati meletakkan tubuh Dyah Pitaloka ke atas rumput. Pada saat itu, Jatimurka yang bertubuh kebal telah bangun kembali dan melompati Sakri dengan keris terhunus dari belakang!
Juga para begal lainnya lalu maju
mengeroyok!
Sakri memutar otaknya. Kalau ia melayani semua orang ini tentu Jatimurka akan mendapat kesempatan menculik Sang Puteri, maka ia menggeram bagaikan suara seekor harimau hingga para anak buah begal itu tergetar dan menahan serbuan mereka.
Saat ini digunakan oleh Sakri untuk
menubruk maju kepada Jatimurka dan ketika kepala begal itu menusuk dengan keris, Sakri memiringkan tubuh, menggunkan tangan kiri menolak pergelangan tangan lawan dan secepat kilat tangan kanannya mengirim pukulannya yang disertai Aji Kelabang Kencana! Bukan main hebatnya pukulan yang mempunyai kemujijatan bagaikan mengandung racun ribuan kelabang menyengat ini! Seketika itu juga, tubuh Jatimurka bergulingan di atas tanah, mangaduh-aduh, menjerit-jerit, memekik-mekik kesakitan kemudian diam tak bergerak. Tubuhnya telah bengkak-bengkak dan matang biru dan nyawanya telah melayang!
Melihat kehebatan pemuda ini, sisa
kawanan begal itu lainnya melempar senjata mereka lari tunggang langgang di dalam gelap!
Sakri mengatur napas untuk memulihkan kekuatannya. Kemudian ia menghampiri tubuh Sang Puteri yang masih rebah tak sadarkan diri di atas tanah. Dengan penerangan obor, wajah puteri itu nampak cantik-jelita mendebarkan jantung Sakri.
Pada saat itu, Sang Puteri tersenyum dalam tidurnya,
seakan-akan sedang bermimpi bertemu dengan calon suaminya, Raja Majapahit!
Sakri mengurungkan niatnya hendak memondong tubuh Dyah Pitaloka dan membawanya kembali ke peraduan. Ia lalu mengerahkan tenaga batinnya, membaca mantera dan menggunakan tangan kanannya
menguap muka gadis itu tiga kali sambil berkata perlahan.
"Sang Puteri, sadar dan bangunlah!"
Dyah Pitaloka bagaikan disiram air dingin.
Serentak ia bengun duduk dan terbelalak memandang kepada pemuda yang duduk bersila di depannya.
Ketika melihat bahwa iapun sedang duduk di atas rumput, kedua matanya bernyala seakan-akan mengeluarkan api dan kedua mata itu ditujukan ke arah wajah Sakri bagaikan hendak menembus wajah itu.
Sakri cepat menyembah. "Duhai gusti pujaan hamba, janganlah paduka melepas pandang seganas itu kepada hamba."
"Kau...... Senapati Sakri..... apakah yang telah kau perbuat? Bagaimana aku bisa berada di tempat ini bersama....... kau.......?"
"Ampunkan hamba, gusti. Hamba
persilakan paduka melihat ke
sebelah sana ." Sambil berkata demikian, Sakri menggunakan ibu jari tangannya menunjuk ke belakangnya. Sang Puteri mengikuti arah ini dengan
pandang matanya dan tiba-tiba ia menjadi pucat dan otomatis tangan kanannya diangkat naik menutupi
mulutnya! Ia melihat beberapa tubuh yang tinggi besar dan mengerikan bergelimpangan di situ dan ketika melihat muka dan tubuh Jatimurka yang bengkak-bengkak mengerikan, hampir saja ia menjerit dan menggunakan kedua tangan untuk menutupi mukanya!
"Sakri....... apa....... apakah yang telah terjadi dan mengapa orang-orang kita tidak ada yang muncul?"
Dengan sabar dan tenang, tetapi dengan suara agak gemetar oleh karena selamanya tak pernah ia bermimpi akan dapat bercengkerama berdua di atas rumput dan berhadapan dengan Dyah Pitaloka, Sakri lalu menuturkan segala peristiwa yang telah terjadi.
"Aduh Dewata yang agung!" Dyah Pitaloka menyebut nama dewata. "Keparat, laknat betul si Jatimurka!
Berani bedebah itu mengotori tubuhku dengan tangannya! Binasakan dia, Sakri!"
Sakri menahan senyumnya melihat
perubahan pada diri dara jelita ini. Tadinya ia merasa demikian takut
dan ngeri, tapi sekarang begitu
bersemangat dan berani! "Dia sudah
hamba binasakan, gusti."
Kini Dyah Pitaloka berdiri dan ia pandang wajah pemuda tampan dan gagah yang dengan berani memandangnya dari bawah.
"Sakri kau memang gagah perkasa. Entah bagaimana jadinya kalau tidak ada kau!" Suaranya terdengar mengandung keharuan besar dan bahkan disertai isak.
Sakri lupa diri dan serentak ia bangun berdiri pula. Ditentangnya pandang mata dara itu dengan sinar mata yang mengandung api asmara sepenuh hatinya, hingga Dyah Pitaloka menjadi takut dan malu lalu menundukkan muka. "Mengapa pula kau memandangku seperti itu, Sakri?" tanyanya lembut.
Sakri sadar kembali dan menghela napas.
"Ampun beribu ampun, gusti pujaan
hamba. Hamba hampir lupa bahwa paduka adalah junjungan hamba, bahwa hamba hanyalah seorang senapati rendah, dan bahwa paduka adalah calon permaisuri Majapahit yang mulia!" Kembali Sakri menghela napas.
Untuk beberapa lama Dyah Pitaloka tak dapat menjawab atau mengeluarkan kata-kata. Ia hanya memandang kepada Sakri yang bertunduk dengan mata basah oleh air mata yang di tahan-tahannya.
"Sakri,...... Sakri, jangan kau berkata
demikian kepadaku, pahlawan yang gagah perkasa! "Hanya sampai sekiankah baktimu terhadap Sunda Galuh?"
Walau kata-kata ini diucapkan dengan suara bisikan tercampur sedu-sedan, namun pengaruhnya menikam jantung pemuda itu, membuatnya merasa rendah dan hina dan ia merasa malu sekali. Akan tetapi berbareng semangatnya bangkit kembali. Ia lalu menyembah dan berlutut, mengangkat dadanya dan berkata dengan suara gagah,
"Gusti yang hamba muliakan, hamba adalah senapati dan panglima Sunda Galuh sejati. Untuk paduka, hamba rela mengurbankan nyawa dan tubuh yang tak berharga ini! Mulai saat ini, hasrat hamba hanya tunggal, yakin mengharap kebahagiaan paduka dan membela paduka sampai hayat meninggalkan badan!"
Dyah Pitaloka sangat terharu. Ia
mengulurkan tangan kepada Sakri.
Pemuda itu menerima jari-jari yang
halus dan mungil itu sambil memandang ke atas dengan mata penuh pertanyaan.
Melihat bahwa puteri itu
memandangnya dengan mata basah dan bibir tersenyum, ia maklum bahwa ia dapat perkenaan, maka ditariknyalah jari-jari itu ke hidung dan mulutnya dan diciumnya dengan penuh khidmat, hormat dan sepenuh perasaan kasihnya.
Dyah Pitaloka mengulurkan tangan karena hatinya tergerak oleh rasa haru dan kagum, akan tetapi kasih sayang yang memancar keluar dari hati sanubari Sakri dan yang menjalar ke bibirnya, oleh Sang Puteri dirasakan bagaikan api membakar ujung jarinya. Dengan gerakan perlahan dan lemah lembut Dyah Pitaloka menarik kembali tangan itu dan berkata,
"Sakri, kuharap kau suka melindungi
namaku dari cemar dan malu. Janganlah kau ceritakan kepada siapa juga akan usaha buruk Jatimurka yang hendak menculikku."
"Hamba junjung tinggi perintah paduka dan hamba bersumpah takkan membocorkan peristiwa yang menimpa paduka malam hari ini.
Ancaman maut sekalipun takkan kuasa membuka mulut hamba!"
Setelah melempar senyum manis yang mengandung penuh rasa terima kasih ke arah Sakri, Dyah Pitaloka lalu kembali dalam biliknya.
Serasa dalam mimpi segala peristiwa malam itu bagi Sakri. Dadanya masih bergelombang dan pikirannya nanar karena pertemuan dengan dewi pujaan hatinya yang tak tersangka-sangka itu. Ia merasa berbahagia sekali karena sudah mendapat anugerah dewata dan diberi kesempatan membela Dyah Pitaloka. Kini hidupnya tidak kosong seperti yang dideritanya dalam beberapa hari semenjak puteri itu ditunangkan dengan Raja Majapahit. Kini ia memiliki pegangan hidup kembali, yakni bahwa seluruh jiwa-raganya akan ia persembahkan demi kebahagiaan dan keselamatan dewi yang dicintainya itu. Untuk beberapa lama Sakri tidak bergerak dari tempat duduknya semula. Ia tetap duduk bersila di atas rumput dan tak bergerak bagaikan patung.
Akhirnya, setelah gelombang di dalam dadanya mereda, ia bangun berdiri lalu mengeluarkan aji kesaktiannya untuk mengusir pengaruh sirep Cempaka nendra yang masih meracuni udara di sekitar tempat itu. Maka sadarlah semua penjaga yang tadinya tertidur. Mereka menggosok-gosok mata dengan terkejut dan heran. Alangkah kaget mereka ketika melihat banyak mayat bergelimpangan di situ. Juga para panglima segera berlari keluar.
Keadaan menjadi ribut. Sebenarnya,
diantara semua senapati dan panglima, banyak yang pandai dan sakti, seperti misalnya Patih Anepaken, Demang Cabo, Penghulu Borang, Patih Pitar dan lain-lain. Akan tetapi mereka ini tadinya sama sekali tak pernah menduga akan datangnya bahaya hingga tidak sampai berjaga diri. Kalau saja mereka tahu akan datangnya bahaya yang mengancam, tentu mereka kuasa menolak sirep yang dilepas oleh Jatimurka.
Sakri lalu dihujani pertanyaan dan dengan terus terang Sakri menceritakan bahwa gerombolan begal itu melepas sirep yang ampuh dan datang bermaksud merampok. Untung ia dapat membunuh kepala begal dan beberapa orang kaki tangannya, hingga yang lain-lain lalu melarikan diri.
Raja Lingga Buana yang juga terjaga dari tidurnya mendengar ribut-ribut, ketika mendengar akan kegagahan Sakri, merasa berterima kasih sekali dan memuji-muji ketangkasan pemuda itu. Tak lupa raja ini menegur sekalian senapati dan bayangkari oleh karena kelalaian mereka, hingga kalau tidak ada Sakri yang waspada dan hati-hati, tentu begal-begal itu telah berhasil mencuri barang-barang berharga!
BERSAMBUNG

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE
Browsser [ Mozilla/5.0 ]
IP [ 3.133.144.197 ]
Negara [ ]
Online [ 1 ]


U-ON

OTHER LANGUAGE
| | | | |

Pengunjung Harian [ 1 ]
Total Pengunjung [ 10864 ]
KEMBALI KE BERANDA